Cerita
Mandi Tiga Malam adalah ritual adat pengantin Melayu Ketapang yang dilaksanakan setelah akad nikah, biasanya selama tiga malam berturut‑turut atau dalam bentuk rangkaian mandi khusus yang melibatkan air doa, bunga, dan simbol tolak bala. Dalam tradisi yang diperagakan kafilah MABM Ketapang pada Festival Seni Budaya Melayu, prosesi dimulai dengan menyiapkan bangunan persegi empat sebagai tempat mandi, ditandai tiang kayu di tiap penjuru, dihubungkan benang atau tali, dan dihias aneka kue tradisional buatan sendiri. Berbagai perlengkapan diletakkan di sekitar atau di dalam tempat mandi, antara lain air bunga setaman, air kelapa muda (cengkir), air tolak bala, daun kelapa muda (janur), telur buaya atau telur ayam khusus, lilin, kaca cermin, benang, tebu, kelapa tumbuh, anak pisang, anak pinang, dan talam berisi pakaian serta alat hias pengantin.
Pada saat prosesi, kedua pengantin berdiri atau duduk di bawah naungan kain atau payung adat sementara tokoh adat atau mak inang memandikan mereka dengan air yang telah didoakan, air bunga, dan air tolak bala, disertai bacaan doa dan selawat. Air biasanya disiramkan dengan pola tertentu, kadang melalui anyaman daun kelapa muda yang kemudian “dilepas” untuk melambangkan pembuangan sial dan gangguan. Lilin yang menyala, cermin yang diputar di sekitar pengantin, dan rebutan meniup api lilin menjadi simbol penerangan jalan hidup, refleksi diri, dan harapan agar api rumah tangga tetap hangat namun tidak membakar. Di beberapa keluarga, setelah Mandi Tiga Malam dilanjutkan dengan acara Betumbang Apam—membagi dan menikmati kue apam bersama keluarga dan tetangga sebagai wujud syukur dan pengikat silaturahmi.
Pada saat prosesi, kedua pengantin berdiri atau duduk di bawah naungan kain atau payung adat sementara tokoh adat atau mak inang memandikan mereka dengan air yang telah didoakan, air bunga, dan air tolak bala, disertai bacaan doa dan selawat. Air biasanya disiramkan dengan pola tertentu, kadang melalui anyaman daun kelapa muda yang kemudian “dilepas” untuk melambangkan pembuangan sial dan gangguan. Lilin yang menyala, cermin yang diputar di sekitar pengantin, dan rebutan meniup api lilin menjadi simbol penerangan jalan hidup, refleksi diri, dan harapan agar api rumah tangga tetap hangat namun tidak membakar. Di beberapa keluarga, setelah Mandi Tiga Malam dilanjutkan dengan acara Betumbang Apam—membagi dan menikmati kue apam bersama keluarga dan tetangga sebagai wujud syukur dan pengikat silaturahmi.